Rabu, 08 Juli 2015

Tata Cara Pemberian Nama Ilmiah



Tata Cara Pemberian Nama Ilmiah
1. Sistem Binomial Nomenclature
            Pada pertengahan abad ke-18 (1707-1778) Carolus Linnaeus mengajukkan sistem penamaan makhluk hidup dalam tulisannya “Systema nature” dengan istilah “Binomial nomenclatur” (bi= dua, nomen=nama) yang artinya tata nama seluruh organisme ditandai dengan nama ilmiah yang terdiri dari dua kata latin atau yang dilatinkan. Bahasa latin dipilih karena bahasa ini dimengerti semua ilmuwan pada saat itu dan tidak ada perubahan tata bahasa atau kosa katanya.
         Kata pertama pada sistem penamanaan makluk hidup menunjukkan genus, yang penulisannya dimulai dengan hurup besar, sedangkan kata kedua merupakan “epitethon spesificum“ artinya penunjukkan jenis (spesies) yang penulisannya dimulai dengan huruf kecil. Misalnya untuk nama ilmiah jagung Zea mays. Zea menunjukkan genus, sedangkan mays merupakan ciri khususnya, yang berarti sejenis hewan yang dipelihara di dalam rumah (domestik).

HIV-AIDS




A.    Sejarah HIV
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 juni 1981, ketika Centers for disease control and prevention mencatat adanya Pneumonia pneumosistis pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles Amerika Serikat. Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia itu adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh, serta merupakan sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sedangkan HIV-2 sulit masuk didalam tubuh.
Di Indonesia sendiri prevalensi HIV/AIDS telah bergerak dengan laju yang sangat menghawatirkan. Pada tahun 1987, kasus HIV/AIDS  ditemukan  untuk pertama kalinya hanya di Pulau Bali. Sementara sekarang 2010, hampir semua provinsi di Indonesia sudah ditemukan kasus HIV/AIDS. Karena itulah indonesia sempat mendapat predikat sebagai negara dengan penyebaran AIDS tercepat di Asia. Karena peningkatan HIV/AIDS yang sangat signifikan dan mengkhawatirkan inilah pemerintah sampai memberikan perhatian khusus pada penyakit ini dengan mendirikan komisi penanggulan AIDS (KPA). Beberapa data tentang HIV/AIDS di Indonesia yang bersumber dari KPA adalah :

Jumat, 05 Juni 2015

SPH

1.      Struktur mata
Cahaya masuk kedalam mata melalui jendela transparan di dalam skelera yaitu kornea, kemudian melewati pupil yang ada lubang di dalam tabir otot yang disebut iris. Iris ini berpigmen. Iris dapat berkontraksi dan berdilatasi terhadap berbagai jumlah cahaya yang masuk ke mata. Cahaya difokuskan oleh lensa yang elastic, tepat dibelakang iris. Ligamen menahan lensa ke korpus siliaris, bagian anterior dari lapisan koroid. SInar difokuskan sebagai bayangan terbalik pada retina dibelakang mata. Retina hampir transparan dan bagian anterior mata mempunyai penampilan hitam coklat gelap karena lapisan koroid yang berpigmen dan bervaskuler. Serabut-serabut saraf dari retina menjalar serabut-serabut saraf dari retina menjalar melalui sekelompok lubang-lubang di dalam sclera, pada diskusi optikus membentuk saraf optikus ke otak (Cambridge, 1999).

LUPUS "PENYAKIT SERIBU WAJAH"

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Hingga saat ini penyakit lupus di Indonesia masih terus berkembang. Ahli penyakit dalam dari RSUP dr. Sardjito mengakui adanya angka kenaikan kasus lupus di Yogyakarta maupun di Indonesia meskipun tidak sedrastis kasus yang lebih umum seperti demam berdarah. Namun, penyakit tersebut tidak bisa dianggap sepele begitu saja. Menurut dr. Deddy Nur Wachid A, M.Kes., SpPD-KR dari Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. Sardjito pada Rabu 11 Maret 2015, "Kebanyakan pasien kita rawat jalan, memang kalau sudah berat baru pasien diminta mondok. Dan itu dalam tiga bulan terakhir mencapai 15-20 orang."
Selain itu, ada pula sebuah riset yang menunjukkan bahwa di seluruh dunia diperkirakan lebih dari lima juta orang terdiagnosis lupus. Belum ada angka pasti jumlah penderita di Indonesia. Namun, jika memakai prevalensi di Amerika yaitu 52 kasus per 100.000 penduduk, maka diperkirakan jumlah odapus di Indonesia adalah 300 ribu orang. Sekitar 90% nya adalah wanita aktif usia subur antara 15-45 tahun.
Dalam ilmu kedokteran, lupus dikenal sebagai peradangan menahun yang dapat mengenai berbagai organ dan sistem tubuh sebagai reaksi alergi terhadap diri sendiri atau disebut juga autoimun. Pada penyakit autoimun tersebut mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing (misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam jaringan.
Kemunculan penyakit lupus memang sudah lama tetapi ada sebagian masyarakat yang masih awam atau kurang mengenal tentang penyakit lupus. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari penyakit lupus baik dari pengertian, penyebab, tipe, maupun gejalanya sehingga kita dapat menginformasikan ke orang lain mengenai penyakit lupus. Selain itu informasi yang disebarluaskan pun dapat menjadi refrensi untuk mencegah timbulnya penyakit lupus dan cara mengobatinya.


B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apa yang dimaksud dengan penyakit lupus?
2.    Apa penyebab penyakit lupus?
3.    Apa saja tipe pada penyakit lupus?
4.    Bagaimana gejala yang muncul pada penyakit lupus?
5.    Bagaimana pencegahan dan pengobatan untuk penyakit lupus?

C.       Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penyusunan makalah sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui pengertian penyakit lupus.
2.    Untuk mengetahui penyebab penyakit lupus.
3.    Untuk mendeskripsikan tipe-tipe penyakit lupus.
4.    Untuk mendeskripsikan gejala yang muncul pada penyakit lupus.
5.    Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan untuk penyakit lupus.





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Penyakit Lupus
Kadang-kadang orang kehilangan sebagian toleransi imun terhadap jaringannya sendiri. Semakin tua, hal ini menjadi semakin berat. Biasanya hal ini terjadi setelah timbul kerusakan berapa jaringan tubuh yang melepaskan banyak “antigen-sendiiri” yang bersirkulasi di dalam tubuh dan diduga menimbulkan imunitas didapat dalam bentuk sel T yang teraktivasi atau antibodi.
Ada beberapa penyakit spesifik yang disebabkan oleh autoimunitas, antara lain adalah penyakit lupus. Dalam istilah kedokteran secara lengkap nama dari penyakit Lupus” ini adalah “Systemic Lupus Erythematosus (SLE)”. Istilah lupus berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala. Sedangkan kata Erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-merahan. Pada saat itu diperkirakan, penyakit kelainan kulit kemerahan di sekitar hidung dan pipi ini disebabkan oleh gigitan anjing hutan. Karena itulah penyakit ini diberi nama “Lupus”.
Lupus dikenal sebagai peradangan menahun yang dapat mengenai berbagai organ dan sistem tubuh sebagai reaksi alergi terhadap diri sendiri atau disebut juga autoimun. SLE banyak ditemukan terutama pada wanita produktif. SLE terjadi pada 1 dari 2500 orang pada populasi tertentu dalam masyarakat dengan prevalensi >9,1 lebih besar pada wanita dibanding pria. Kematian biasanya disebabkan karena gagal ginjal atau oleh infeksi akibat pemberian imuno terapi.
Penderita SLE membentuk Ig terhadap beberapa komponen tubuh, terhadap denaturated single stranded DNA atau nukleohiston. Antibodi tersebut membentuk kompleks dengan DNA yang berasal dari degradasi jaringan normal dan mengendap di membran basal glomerulus. Kompleks lainnnya mungkin mengendap di dinding arteri dan sendi dan membentuk endpan yang pada pemeriksaan flluoresen menunjukkan gambaran lumby-bumpy. Kompleks imun tersebut mengaktifkan komplemen dan mengerahkan granulosit dan menimbulkan reaksi inflamasi sebagai glomerulonefritis .
Berbagai jaringan dilibatkan seperti kulit, membran mukosa, ginjal, otak, dan sistem kardiovaskuler. Ciri yang khas adalah ruam kulit muka bentuk kupu-kupu. Kelainan kulit yang lain berupa diskoid, bentuk psoriasis, makulopapular dan kelainan bulosa.

B.       Penyebab Penyakit Lupus
Scleroderma atau Discoid lupus erythematosus (DLE) adalah suatu penyakit autoimun dari jaringan ikat dimana jaringan ikat diserang oleh sistem kekebalan itu sendiri. Pada scleroderma terbentuk jaringan parut berbentuk fibrosis pada kulit dan berbagai organ tubuh. Jaringan yang diserang scleroderma menjadi tebal dan mengeras. Penyakit scleroderma disebut juga sistemic sclerosis atau Discoid Lupus Eritematosus.
Penyebab penyakit ini belum diketahui. Para peneliti percaya bahwa faktor turunan dan lingkungan sangat berperan atas kejadian penyakit ini. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan lelaki dan jarang terjadi pada anak-anak. Discoid lupus erythematosus dapat berkembang menjadi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Keberadaan auto-antibodi pada SLE semua sudah  diketahui, akan tetapi pengetahuan tentang mekanisme kemunculan mereka masih sedikit saja. Terdapat tiga faktor yang menjadi pusat penelitian sekarang : predisposisigenetik, kelainan fundamental pada sistem imun dan faktor non-genetik (lingkungan).
a.       Faktor genetik
Bukti yang mendukung suatu predisposisi genetik memiliki beberapa bentuk.
1.      Terdapat  suatu angka konkordans yang tinggi (69%) pada kembar monozigotik
2.      Anggota keluarga yang memiliki risiko yang tinggi mengalami SLE
3.      Pada populasi kaukasia memiliki resiko di Amerika Utara , terdapat hubungan bermakna antara SLE dan gen DR-2, DR-3 dan kompleks HLA
Peranan gen HLA pada patogenesis SLE, sekarang ini hanyalah bersifat spekulasi. Gen Ir, yang terdapat dalam regional HLA-D, mengatur besarnya reaksi Imun terhadap beberapa antigen. Regulasi semacam itu dapat meluas kepada reaksi imun terhadap antigen diri sendiri. Tapi perlu dicatat bahwa banyak penyakit imun, yang tidak sama dengan SLE, mempunyai hubungan dengan HLD_DR3; dan banyak individu dengan genotipe ini secara klinis tidak terpengaruh. Maka selanjut nya, gen pada regional  D hanya memungkinkan predisposisi umum terhadap auto-imunitas, dan yang lebih penting lagi, faktor lain (non-genetik) harus bertindak untuk mengubah suseptibilitas genetik menjadi penyakit klinis.


b.      Faktor Non-genetik
Dampak faktor non-genetik dalam memulai autoiminitas dengan baik dicontohkan oleh kejadian oleh kejadian sindrom serupa SLE pada penderita yang menerima obat-obatan, misalnya, prokainamid dan hidralazin. Hampir semua pemderita yang diobati dengan prokainamid selama lebih enam bulan, menderita antibodi antinuklir, dan gambaran klinis SLE timbul pada 15-20% penderita. Hormon seks nampaknya mempunyai pengaruh yang besar terhadap timbulnya SLE. Androgen melindungi, sebaliknya esstrogen justu membantu perkembangan SLE. Wanita merupakan predisposisi utama penyakit ini (10:1). Sama halnya dengan beberapa penyakit lain yang etiologinya tidak diketahui, virus telah dicurigai sebagai penyebab SLE. Daya pendorong utama hipotesis virus ini, datang dari penelitian tentang penyakit yang mirip lupus pada mencit NZB. Tetapi bukti peranan virus pada SLE manusia sangat lemah. Walau terdapat pernyataan yang bertentangan, partikel virus tidak dapat diperlihatkan secara ulang didalam jaringan penderita lupus, dan antigen virus belum dapat diperlihatkan didalam kompleks imun.
c.       Faktor Imunologis
 Melihat sekelompok autoantibodi yang telah digambarkan tersebut diatas, tidak akan mengagetkan bila hiperaktivitas sel B merupakan dasar patogenesis SLE. Terdapat bukti yang sangat banyak, menyatakan bahwa sel B “sedangkan diaktifkan” pada penderita yang menderita SLE. Aktivitas sel B ini bersifat poliklonal, dan seperti terdapat peningkatan produksi antibodi terhadap antigen diri sendiri maupun antigen non-diri sendiri. Apa yang menjadi dasar hiperaktivitas sel B? Dalam teori, aktivasi sel B yang berlebihan dapat disebabkan oleh suatu kerusakan instrinsik di dalam sel B sendiri, rangsangan yang berlebihan dari sel T penolong, atau adanya cacat pada sel T-supresor, yang gagal menekan respon sel B. Penelitian akhir-akhir ini dengan berbagai model SLE murine dan analisis populasi sel Imun pada penderita SLE mengungkapkan bahwa hiperaktivitas sel B muncul dari bermacam-macam mekanisme, dan bukti yang melibatkan  tiga mekanisme tersebut diatas telah ditemukan. Jadi kelihatan bahwa SLE merupakan suatu sindrom yang dapat diakibatkan oleh berbagai bentuk berbeda kekacauan imunologis. Seperti halnya dengan model binatang yang berbeda, cacat genetik pada sel T-penolong dapat menyolok sekali pada beberapa penderita, sebaliknya, pada sebagian penderit lainnya suatu kombinasi  hiperaktivitas sel B intrinsik dan penurunan aktivitas sel T-supresor kemungkinan akan menentukan beagi pembentukan autoantibodi.
Bila diringkas, SLE merupakan penyakit multifactorial yang melibatkan interaksi kompleks antar faktor genetik, hormonal, dan faktor lingkungan, yang semua dianggap ikut memainkan peran untuk menimbulkan aktivitasi hebat sel B, sehingga menghasilakan pembuatan berbagai auto antibodi polispesifik. Setiap faktor mungkin diperlukan, tetapi belum cukup menimbulkan gejala penyakit tersebut, dan kegunaan secara relatif berbagai faktor tersebut mungkin berbeda-beda pada setiap individu yang berlainan.

C.       Tipe-tipe Penyakit Lupus
Penyakit lupus terbagi kedalam tiga tipe, yaitu :
a.       Lupus eritematosus sistemik ( Systemyc lupus erythermatosus / SLE).
Jenis lupus inilah yang paling sering dirujuk masyarakat umum sebagai penyakit lupus. SLE dapat meyerang jaringan serta organ tubuh mana aja dengan tingkat gejala yang ringan sampai parah. Gejala SLE juga dapat datang dan tiba-tiba atau berkembang secara perlahan-lahan dan dapat bertahan lama atau bersifat lebih sementara sebelum akhirnya kambuh lagi.
Banyak yang hanya merasakan beberapa gejala ringan untuk waktu lama atau bahkan tidak sama sekali sebelum tiba-tiba mengalami serangan yang parah. Gejala-gejala ringan SLE, terutama rasa nyeri dan lelah berkepanjangan, dapat menghambat rutinitas kehidupan. Karena itu para penderitan SLE bias merasa tertekan, depresi, dan cemas meski hanya mengalami gejala ringan.
Penyakit ini merupakan prototype kelainan autoimun sistemik, ditandai dengan bermacam-macam antibody, terutama Anti Nuclear Antibodi (ANA). Antibodi anti nucleus sering ditemukan dengan cara immunoflourensi tidak langsung. Pola imunoflourensi (homogeny, perifer, berbintik, nukleoler). Meskipun tidak spesifik dapat menunjukan tipe dari antibody yang beredar.
Meskipun demikian, antibody antinukleus  didapatkan pada kelainan autoimun lain dan dapat mencapai 10% pada manusia normal. Tetai adanya antibody DNA anti untai ganda (asli) dan anti smith mengarahkan kuat kepada SLE.
Antibodi antinucleus tidak memasuki sel utuh. Namun, nucleus sel yang rusak bereaksi dengan antibody antinukleus, kehilangan pola kromatinnya, dan menjadi badan LE yang homogen.
Selain antibody antinucleus, penderita SLE juga menunjukan adanya berbagai macam antibody antara lain terhadap elemen darah (Sel darah merah, trombosit, dan leukosit). Pada kasus kronik, pembuluh darah menunjukan penebalan fibrosa dan penyempitan lumen.
SLE menunjukkan adanya berbagai macam antibody antara lain terhadap ginjal dan kulit. Antibody terhadap ginjal terlihat pada hampir semua kasus SLE. Ada lima bentuk lupus nefritis.
1.      Kelas 1 : Normal pada mikroskop cahaya, mikroskop electron, dan mikroskop flouresen jarang.
2.      Kelas 2 : Glomerulonefritis lupus mesangial, ditemukan pada 25% penderita, dihubungkan dengan adanya hematuria atau proteinuria minimal sedikit peningkatan matriks dan sel mesangial dengan 1g mesangial glanuler dan deposit komplemen.
3.      Kelas 3 : Penderita berhubungan dengan hematuria berulang. Proteinuria sedang dan insufisiensi ginjal ringan. Pembengkakan glomerolus fokal dan segmental dengan proliferasi endotel dan mesangial.
4.      Kelas 4 : penderita, kebanyakann dari mereka menunjukan gejala yang jelas, dengan hematuria mikroskopik sampai dengan hematuria yang nyata, hipertensi dan hilangnya laju filtrasi glomerulus.
Antibody terhadap kulit dengan gejala khas yaitu eritema termasuk jembatan hidung. Juga ditemukan lesi kulit bervariasi dari eritema sampai bulla. Lesi akan menjadi lebih parah oleh sinar matahari. Secara mikroskopik terdapat regenerasi  lapisan basal dan deposit 1g dan komponen pada batas dermis.
b.         Lupus eritematous discoid (discoid lupus erythematosus/DLE)
Jenis lupus yang hanya menyerang kulit menyerupai SLE hanya 35% penderita mengalami antibody antinucleus positip.
1.      Berbeda dengan SLE, Hanya lesi kulit yang menunjukan deposit 1g komplemen pada membrane basal.
2.      Setelah beberapa tahun, penderita  bermanifestasi sistemik.
DLE biasanya dapat dikendalikan dengan menghindari paparansinar matahari.
c.       Lupus akibat penggunaan obat
Obat-obatan seperti hidralazin, isoniazid sering menyebabkan ANA positip, kurang sering menyebabkan sindrom seperti LE. Sindrom seperti LE meskipun melibatkan banyak organ, penyakit ginjal dan susunan saraf pusat jarang terjadi. Antibody DNA dan untai ganda jarang terbentuk, tetapi antibody antihiston sering ditemukan. LE yang disebabkan obat sering menyembuh setelah obat dihentikan.

D.      Gejala Penyakit Lupus
Derajat gejala pada penyakit dapat berubah-ubah sesuai dengan kompleks imun. Penyakit tersebut menunjukkan gejala berupa :
a.       Ciri yang khas adalah ruam kulit muka bentuk kupu-kupu. Kelaianan kulit yang lain berupa diskoid, bentuk psoriasis, makulapapular, dan kelainan bulosa. Ruam tersebut berwarna merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik. 
b.      kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari
c.       timbulnya gangguan pencernaan,
d.      penderita sering merasa lemah,
e.       kelelahan yang berlebihan,
f.       demam dan pegal-pegal. ,
g.      anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan
h.      rambut yang sering rontok,
i.        rasa lelah yang berlebihan,
Menurut American College Of Rheumatology 1997, diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ditetapkan. Adapun penjelasan singkat dari 11 gejala tersebut, adalah sebagai berikut:
a.       Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada bentukan kupu-kupu, istilah kedokterannya Malar Rash/Butterfly Rash.
b.      Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai adanya jaringan parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit sekitarnya.
c.       Fotosensitif, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar matahari.
d.      Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).
e.       Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini dijumpai pada 90 % odapus.
f.       Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi cairan.
g.      Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.
h.      Gangguan pada otak atau sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan lain-lain.
i.        Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit berkurang. Dan biasanya terjadi juga anemia.
j.        Tes ANA (Antinuclear Antibody) positif. 
k.      Gangguan sistem kekebalan tubuh.

E.       Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Lupus
Dalam melakukan pencegahan ada berbagai masalah yang dihadapi pengidap lupus. Masalah pertama adalah seringnya penyakit pasien terlambat diketahui dan diobati dengan benar karena cukup banyak dokter yang tidak mengetahui atau kurang waspada tentang gejala penykit lupus dan dampak lupus terhadap kesehatan.
Biasanya paramedic akan melakukan pemeriksaan ANA (Anti Nuclear Antibodi) bisa  positif, dilaboratorium dan patologi. Bila sudah diketahui diagnosanya lupus, maka pihak medis akan memberikan pengobatan berupa terapi, theraphy sintomatik (penghilangan gejala), kortikortiroid (antipenurun kekebalan tubuh), serta menekan daya tahan tubuh berlebihan, dengan pemberian obat demam dan penghilang rasa sakit. Untuk melakukan upaya preventif terhadap penyakit lupus perlu ditingkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia, baik oleh pemerintah maupun semua pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Selain itu, peningkatan kompetensi petugas-petugas pelayanan kesehatan juga harus di tingkatkan agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang akan membahayakan jiwa pasien.
Pengembangan metode pengobatan yang lebih baik dan efisien juga perlu dilakukan. Pasien juga harus diberi penyuluhan tentang apa itu lupus, apa bahanya dan bagaimana gejalanya agar pasien bisa turut berperan aktif dalam upaya pencegahan penyakit lupus. Masalah berikutnya adalah belum terpenuhinya kebutuhan pasien lupus dan kelurganya tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan lupus. Disarankan penting sekali meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk penyakit lupus terhadap kesehatan. Masalah lupus tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan pasien, namun juga mempuyai dampak psikologis dan sosial yang cukup berat untuk pasien maupun keluarganya. Dalam hal ini peran sarjana kesehatan masyarakat selaku tenaga kesehatan yang berorientasi pada upaya preventif dan promotif sangat diperlukan. Masyarakat harus secara intensif diberi penyuluhan tentang apa itu lupus, gejala yang ditimbulkan, serta bagaimana cara pencegahannya. Kebersihan dan kesehatan lingkungan juga harus diperhatikan karena seperti telah dijelaskan dalam penyebab penyakit lupus bahwa faktor yang diduga menyebabkan lupus ada beberapa macam diantaranya faktor lingkungan.
Masalah lain adalah kurangnya prioritas di bidang penelitian medik untuk menemukan obat-obat penyakit lupus yang baru, yang aan dan efektif. Dibandingkan dngan penelitian penyakit-penyakit lain, yang sebanding besaran masalahnya. Upaya preventif yang harus dilakukan adalah berusaha mengembangkan penelitian-penelitian mengenai peyakit lupus mengingat bahaya dan dampak negative yang bisa ditimbulkan oleh penykit ini. Hal yang harus dilakukan penderita lupus (odipus) agar penykit lupusnya tidak kambuh adalah:
a.       Menghindari stress
b.      Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari
c.       Mengurangi beban kerja yang berlebihan
d.      Menghindari pemakaian obat tertentu
Odipus dapat memeriksakan diri pada dokter-dokter pemerhati penyakit ini, dokter spesialis penyakit dalam konsultasi hematologi, rheumatology, ginjal, hipertensi, alergi imunologi, jika lupus dapat tertanggulangi, berobat dengan teratur, minum obat teratur yang di brikan dokter (yang biasanya diminum seumur hidup), odipus akan dapat hidup layakya orang normal. Dukungan keluarga juga sangat dibutuhkan, mengingat keluarga adalah orang yang paling dekat dn yang selalu berinteraksi dengan odipus. Dukungan (social support) dalam teori ilmu psikologi merupakan salah satu medis bertahan dari stress (coping stress) yang mampu memberi pengaruh besar.
Pengobatan penyakit lupus tergantung dari : 
a.       Tipe lupus. 
b.      Berat ringannya lupus.
c.       Organ tubuh yang terkena. 
d.      Komplikasi yang ada. 
Tujuan pengobatan Lupus adalah :
a.       Mengurangi peradangan pada jaringan tubuh yang terkena. 
b.      Menekan ketidaknormalan sistem kekebalan tubuh. 
Pada pengobatan Lupus digunakan dua kategori obat :
a.       Kortikosteroid
Golongan ini berfungsi untuk mencegah peradangan dan merupakan pengatur kekebalan tubuh. Bentuknya bisa salep, krem, pil atau cairan. Untuk Lupus ringan, digunakan dalam bentuk tablet dosis rendah. Jika kondisi sudah berat, digunakan kortikosteroid bentuk tablet atau suntikan dosis tinggi. Bila kondisi teratasi maka penggunaan dosis diturunkan hingga dosis terendah untuk mencegah kambuhnya penyakit.
b.      Nonkortikosteroid
Kegunaan obat ini adalah untuk mengatasi keluhan nyeri dan bengkak pada sendi dan otot. Kongres Internasional Lupus di New York melaporkan beberapa obat baru untuk lupus. Salah satu obat baru adalah LymphoStat-B, bekerja menghambat protein yang menstimulasi limfosit B (BLyS= B lymphocyte stimulator). Limfosit B adalah sel yang berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi, antibodi yang salah arah pada pasien lupus.LymphoStat-B termasuk obat golongan antibodi monoklonal, yang mengenal secara khusus aktivitas biologis protein BLyS yang menstimulasi limfosit B , kemudian menghambat aktivitas protein tersebut sehingga limfosit B tidak bisa berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Berkurangnya produksi antibodi menyebabkan aktivitas penyakit lupus mudah dikontrol.
Obat baru ini telah mendapat persetujuan FDA, melalui jalur cepat, karena dianggap amat potensial sebagai obat penyakit SLE. Uji klinik telah membuktikan manfaat dan keamanan obat ini untuk mengobati penyakit lupus. Aktivitas penyakit lupus menurun. Obat tersebut juga memulihkan aktivitas auto imun kembali ke normal. Pada uji klinik tersebut juga dijumpai pengurangan jumlah limfosit B sebesar 12 persen-40 persen serta pengurangan kadar anti-dsDNA (double-stranded DNA); anti-dsDNA adalah salah satu kriteria penting untuk penyakit lupus. Obat lain yang serupa LymphoStat B yang dilaporkan hasil uji kliniknya adalah rituximab (antilimfosit B) dan infliximab, yang mempunyai aktivitas anti-TNF (Tumor Necrosing Factor).
Peneliti lain melaporkan dehydroepiandrosterone (DHEA) dapat mengurangi keperluan dosis prednisone untuk pasien lupus. Khusus untuk pasien lupus dengan gangguan di ginjal (lupus nefritis), setelah mendapat obat siklofosfamid, sekarang ada 2 pilihan untuk obat pemeliharaan (maintenance), yaitu azatioprin atau mycophenolate mofetil yang ternyata hasilnya lebih baik dibandingkan dengan siklofosfamid. Masih dalam penelitian awal adalah pengobatan lupus dengan cangkok sumsum tulang, yang hasilnya cukup memberi harapan.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Lupus dikenal sebagai peradangan menahun yang dapat mengenai berbagai organ dan sistem tubuh sebagai reaksi alergi terhadap diri sendiri atau disebut juga autoimun. SLE banyak ditemukan terutama pada wanita produktif.. Terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab terjadinya penyakit lupus yaitu faktor genetik, non-genetik, dan  imunologis.
Ada 3 tipe penyakit lupus yaitu Lupus eritematosus sistemik ( Systemyc lupus erythermatosus / SLE),   Lupus eritematous discoid (discoid lupus erythematosus/DLE), Lupus akibat penggunaan obat. Penyakit lupus tersebut dapat meyerang jaringan serta organ tubuh mana aja dengan tingkat gejala yang ringan sampai parah. Ciri yang khas adalah ruam kulit muka, ruam tersebut berwarna merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu. 





Penyakit lupus pada pasien seringkali terlambat diketahui, oleh karena itu masing-masing individu dapat melakukan pemeriksaan ANA (Anti Nuclear Antibodi). Bila sudah diketahui diagnosanya lupus, maka pihak medis akan memberikan pengobatan. Tujuan pengobatan Lupus adalah dengan mengurangi peradangan pada jaringan tubuh yang terkena dan menekan ketidaknormalan sistem kekebalan tubuh. Pada pengobatan Lupus digunakan dua kategori obat  yaitu kortikosteroid dan nonkortikosteroid.

B.       Saran
Penyakit lupus bukanlah penyakit sepele. Penyakit tersebut dapat berdampak buruk bagi penderita karena antibodi yang dihasilkan oleh tubuh akan menyerang dirinya sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus secara intensif diberi penyuluhan tentang apa itu lupus, gejala yang ditimbulkan, serta bagaimana cara pencegahannya. Masyaraka pun harus memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungan karena seperti telah dijelaskan dalam penyebab penyakit lupus bahwa faktor yang diduga menyebabkan lupus ada beberapa macam diantaranya faktor lingkungan.